Pendahuluan Singkat mengenai Bidang Computational Intelligence

Sejak berkembangnya teknologi penyimpanan data, kita dulunya menggunakan floppy disk, CD-ROM dan hard disk untuk mengabadikan suatu kejadian di dalam dunia nyata. Dunia bisnis, industri, dan akademik berusaha memproses data tersebut untuk menggali informasi yang tersembunyi dibalik tumpukan data yang tersimpan. Computational Intelligence merupakan kumpulan dari teknik komputasi yang mampu mempelajari dan mengenali data secara otomatis. Computational intelligence mengadopsi model komputasi yang berasal dari kecerdasan yang ditemukan pada manusia, hewan, dan fenomena alam lainnya.  Menariknya, teknik-teknik computational intelligence dapat mengolah data yang bersifat parsial, ambigu, dan acak. Sejak diperkenalkan oleh Bezdek pada tahun 1994, computational intelligence telah menerima popularitas sebagai metode dan alat bantu analytics untuk menggali informasi yang tersembunyi di dalam data. Tujuan dari pemrosesan data mencakup klasifikasi dan pengelompokan item di dalam data. Selain itu, data juga dapat diolah dan dianalisis untuk membuat model prediksi dan keputusan.

Computational intelligence menggunakan gabungan dari tiga metode sebagai berikut:

  1. Fuzzy logic menggunakan logika non-biner (logika yang memiliki banyak kemungkinan) untuk membuat komputer mampu mengambil keputusan secara otomatis berdasarkan data yang parsial dan ambigu. Walaupun demikian, fuzzy logic tidak memiliki kemampuan untuk belajar dari data.
  2. Lain halnya dengan fuzzy logic, neural network (jaringan syaraf tiruan) mampu mempelajari data melalui proses latihan. Kemampuan belajar ini membuat neural network dapat digunakan untuk membuat sistem klasifikasi, segmentasi, dan prediksi otomatis.
  3. Fuzzy logic dan neural network memiliki parameter-parameter yang mempengaruhi performa mereka. Untuk mencari nilai optimal dari parameter-parameter tersebut, metode optimisasi tradisional seringkali memerlukan waktu yang lama. Teknik-teknik biology-inspired optimization mampu mempercepat proses pencarian tersebut dengan menggunakan variabel acak dan proses stokastik.

Tujuan utama dari computational intelligence adalah untuk menciptakan sistem komputasi cerdas. Sistem ini diharapkan mampu meniru kecerdasan manusia sehingga sistem tersebut menjadi sulit dibedakan dengan manusia lainnya. Berasal dari ketiga metode di atas, banyak metode lainnya yang tumbuh berkembang seperti adaptive neurofuzzy inference system, neuroevolution, dan artificial immune system.

Dengan lahirnya teknologi informasi cloud computing, smartphones, dan internet of things, jumlah data terus meroket melebihi kapasitas yang pernah dibayangkan umat manusia sebelumnya. Seluruh industri baik dari sektor pemerintah maupun swasta seperti ritel, banking, keamanan, listrik, edukasi, dan kesehatan berkontribusi terhadap bertambahnya jumlah data setiap harinya. Fenomena big data ini didramatisasi dengan kemunculan raksasa media sosial seperti Facebook, WhatsApp, dan Tweeter yang mendorong manusia untuk berinteraksi melalui internet setiap saat.

Besarnya data beserta variasi jenisnya yang berkembang pesat menyebabkan proses analisis menjadi semakin kompleks dan membingungkan. Menariknya, banyak perusahaan yang tetap sukses menelurkan sejumlah sistem cerdas yang mampu mempelajari big data dan berinteraksi dengan pengguna secara real-time. Sebagai contoh, ketika anda mencari infomasi berbentuk text, gambar ataupun video, Google mampu menyediakan informasi yang dicari dengan akurat dan instant. Demikian juga halnya saat seseorang mengupload sebuah foto ke Facebook, secara otomatis, sistem dapat mengenali bagian wajah di dalam foto tersebut secara instan.

Hal ini membuat kita bertanya-tanya mengapa data yang begitu besar dapat diproses, dipelajari, dan digunakan secara instan dan otomatis. Ternyata hal ini dapat terjadi karena teknik-teknik di dalam computational intelligence juga berubah menjadi semakin kompleks. Sebagai contoh, hampir semua aplikasi neural network dulunya hanya memiliki beberapa hidden layer. Akan tetapi, perkembangan big data telah mendorong model neural network untuk memiliki ratusan layer. Model yang terdiri dari ratusan layer ini juga dikenal sebagai deep learning. Meskipun layernya bertambah, prinsip yang melandasi neural network tetaplah sama. Hingga kini, deep learning telah menjelma menjadi aplikasi-aplikasi yang mampu berbicara, mendengar ucapan kita, mengenali objek di dalam gambar, dan memahami tulisan digital. Hal ini membuat kita sulit membedakan apakah mereka sebenarnya adalah manusia ataukah aplikasi buatan manusia.

Terlepas dari perkembangan teknologi informasi yang begitu fantastis dan spektakuler dalam kapasitasnya untuk menyimpan aliran data yang sangat deras, teknik-teknik computational intelligence terbukti sebagai metode dan alat analytics yang relevan hingga saat kini. Teknik-teknik ini mampu menggali berbagai-jenis informasi yang dibutuhkan oleh praktisi dan akademisi untuk mendisain dan merakit sistem-sistem yang memiliki sesuatu yang kita sebut-sebut sebagai artificial intelligence.

Habibullah Akbar , PHD