Chatbot untuk Berbagai Kebutuhan dengan Menggunakan Pendekatan Natural Language Processing (NLP)

Penulis: Andi Muh. Mulki Febrianto, Venta Adrian Ahnaf

Pembimbing/Editor: Dr. Amalia Zahra, S.Kom.

Salah satu metode pengembangan chatbot mulai dikembangkan antara tahun 1964-1966. Chatbot tersebut diberi nama ELIZA, yang mampu memberi respon kepada pengguna dengan menggunakan metode pencocokan pola dan subtitusi kalimat yang didasarkan pada aturan yang telah dibuat secara manual di dalam script yang dahulu dikenal sebagai MAD-Slip. Selanjutnya pada 23 November 1995, peneliti mengembangkan robot chat bernama ALICE (Artificial Linguistic Internet Computer Entity) menggunakan skema XML yang disebut AIML (Artificial Intelligence Markup Language). Sistem ini hanya dibangun berdasarkan kategori yang menyertakan pola pertanyaan dan template jawaban di dalamnya. Untuk memperkaya pengetahuan chatbot dengan metode ini, sistem perlu diperkaya dengan berbagai kategori pertanyaan dalam template yang ada agar chatbot mampu memberi respon yang baik. Namun, metode ini masih cukup jauh dari mendekati respon manusia sebenarnya karena keterbatasan respon yang hanya mampu memberi jawaban berdasarkan skema XML yang telah dimasukkan.

Saat ini teknologi artificial intelligence (AI) berkembang sangat cepat, tidak hanya untuk membantu dalam membangun robot chat tetapi juga sangat membantu dalam mengatur dan menyusun pengetahuan untuk melakukan tugas-tugas seperti peringkasan otomatis, penerjemahan, pengenalan entitas (kategorisasi), ekstraksi relasi, sentimen analisis, pengenalan bahasa, dan segmentasi topik menggunakan NLP (Natural Language Processing). NLP adalah bagian dari AI yang membantu komputer untuk menganalisis, memahami, dan memperoleh makna dari bahasa manusia dengan cara yang cerdas.

Dengan mengunakan metode NLP, pengembangan chatbot dapat lebih efisien dan ringkas dengan hasil yang mampu beradaptasi karena sistem chatbot telah dilatih dengan model dan dataset yang berkaitan dengan konteks penggunaannya, sehingga pengetahuan chatbot tersebut dapat terus berkembang layaknya manusia.

Apakah perlu menggunakan NLP dalam mengembangkan chatbot?

 

Kebutuhan akan NLP pada chatbot sangat tergantung pada bagaimana chatbot Anda dibangun dan apa yang ingin dicapai. Ada beberapa cara dalam menentukan hal tersebut.

Hal pertama yang perlu diperhatikan jika chatbot sudah dibangun dan Anda memiliki data respon pengguna adalah data tersebut perlu dianalisa apakah pengguna cenderung mengajukan pertanyaan, serta seberapa akurat responnya. Jika relatif sedikit pertanyaan yang diajukan, NLP kemungkinan belum sangat dibutuhkan. Jika chatbot Anda menghadapi sejumlah besar pertanyaan dan merespon dengan buruk, NLP dapat berfungsi sebagai metode luar biasa untuk memberikan jawaban yang lebih unggul dan lebih konsisten.

Selanjutnya jika pembuatan chatbot dimulai dari awal, perlu adanya pertimbangan pada beberapa hal penting. Akankah sistem chat memiliki kepribadian? Apakah respon utama dipengaruhi oleh input pengguna mentah dan bukan input tombol atau tanggapan yang disarankan? Jika jawaban pertanyaan tersebut adalah benar dan diperlukan agar chatbot menjadi sangat komunikatif, dan memiliki gaya seperti manusia dalam merespon, NLP adalah aspek yang harus dimiliki. Karena dengan metode NLP, respon sistem chatbot akan lebih berperilaku seperti “manusia”.

Bagaimana NLP bekerja pada chatbot?

 

 

            Pada ilutrasi di atas dapat dilihat bagaimana cara kerja dasar chatbot yang tahapannya adalah sebagai berikut:

  1. Pertama, pengguna akan memberi input melalui client chat yang telah disediakan yang bentuknya dapat berupa pertanyaan atau respon dari sebuah pernyataan.
  2. Selanjutnya, input pengguna akan diteruskan kepada sistem chatbot yang kemudian akan diteruskan ke layer NLP untuk melakukan ekstraksi input user agar dapat dimengerti maksudnya oleh chatbot.
  3. Lalu hasil ekstraksi akan kembali kepada chatbot untuk diolah apakah hasil ekstraksi dari layer NLP memerlukan penarikan data dari database atau dapat dikembalikan secara langsung ke pengguna hasilnya.
  4. Jika tahapan ekstraksi dan pengambilan data sudah cukup, maka respon akan kembali dilemparkan pada pengguna.

Konklusi

            Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa NLP pada dasarnya dapat membantu membuat chatbot berinteraksi layaknya “human agents”. Namun, penggunaan NLP dalam chatbot masih perlu dikaji sebelum fase pengembangan dan implementasi karena ada kasus di mana chatbot merespon lebih baik tanpa penerapan NLP. Sebagai contoh, jika chatbot hanya digunakan sebagai perantara pemberi informasi status yang input-nya didasarkan pada pilihan yang disediakan dan sudah terdapat respon yang tepat untuk masing-masing pilihan tersebut.

Amalia Zahra