Pilar Ke-2 Computational Intelligence: Fuzzy Logic

Pada bagian 1, kita telah membahas Pilar Ke-1 Computational Intelligence: Neural Network. Pada bagian ini kita akan membahas pilar CI yang kedua yaitu Fuzzy Logic.

Pilar 2 – Fuzzy logic

Manusia mampu mengambil keputusan berdasarkan kebiasaan dan intuisi, tanpa perlu berpikir secara mendalam. Kapan terakhir kali anda memasak (seperti pada gambar 2)? Logika apa yang digunakan oleh pikiran kita saat itu? Jika kita tuliskan dalam aturan IF-THEN, logikanya dapat berupa:

jika suhu mendidih dan warnanya menjadi keemasan maka kecilkan api kompor.

Bagaimana kita  menilai suhu masakan tersebut? Apakah panas atau mendidih? Selalunya, variabel seperti suhu hanya boleh memiliki 1 nilai,  yaitu panas atau mendidih saja, tidak boleh panas dan mendidih sekaligus. Istilah ilmiah untuk logika yang hanya memiliki batasan yang jelas ini (panas atau tidak panas, mendidih atau tidak mendidih) disebut crisp logic. Artinya, jika masakan tersebut dinilai panas maka tidak boleh masakan tersebut juga dapat dikatakan mendidih pada saat yang bersamaan.

Gambar 2. Bagaimana kita menilai masakan ini, apakah dingin, panas atau mendidih?

Crisp logic ini merupakan standar yang biasa digunakan oleh logika klasik.

Berbeda halnya dengan crisp logic, Fuzzy logic (FL) memperkenankan sebuah variabel untuk memiliki nilai-nilai yang tumpang tindih. Seninya terletak pada konsep Fuzzy yang menyatakan nilai suatu variabel menjadi fungsi, biasanya disebut fungsi keanggotaan. Pada contoh variabel suhu, kedua nilai panas dan mendidih akan direpresentasikan menjadi fungsi keanggotaan.

Mari kita lihat maksud istilah fungsi keanggotaan disini. Misalkan termometer menunjukkan suhu masakan di atas adalah 90 derajat celsius. FL dapat menyatakan suhu tersebut panas dan mendidih pada saat yang sama, namun berbeda levelnya. Caranya adalah dengan memetakan suhu tersebut kepada fungsi keanggotaan panas dan fungsi keanggotaan mendidih. Proses ini disebut fuzzifikasi. Jika kita menggunakan fungsi keanggotaan yang berbentuk trapesium seperti gambar 3 (b), maka suhu tersebut dapat dikatakan 0.8 panas dan 0.2 mendidih.

Adapun pada crisp logic, ilustrasi fungsi keanggotaan dapat digambarkan sebagai fungsi tangga. Karena suhu tersebut hanya memotong fungsi keanggotaan panas saja dan tidak memotong fungsi keanggotaan mendidih (lihat gambar 3 (a)), maka suhu tersebut hanya dapat dinilai panas saja.

Gambar 3. Perbandingan tingkat kejelasan nilai dari variabel suhu: (a) Pada logika tradisional, suhu tersebut bernilai panas secara mutlak yaitu 1 dan  tidak bernilai mendidih yaitu 0 (b) Pada FL, nilai suhu tersebut dapat bernilai 0.8 panas dan 0.2 mendidih sekaligus. Selain trapesium, fungsi keanggotaan juga dapat berbentuk segitiga dan Gaussian.

Demikian pula dengan variabel warna masakan, kita dapat menggunakan sensor spektrum cahaya untuk mendapatkan nilai numeriknya, kemudian nilai tersebut diterjemahkan menjadi nilai-nilai Fuzzy berdasarkan proses fuzzifikasi seperti di atas.

Nilai suhu dan warna kemudian dapat dievaluasi dengan aturan-aturan Fuzzy,  seperti contoh aturan IF-THEN diatas untuk mengambil kesimpulan. Aturan-aturan Fuzzy ini biasanya diturunkan langsung dari orang yang pakar / ahli dibidangnya.

Namun demikian, karena nilai luaran yang dihasilkan aturan tersebut juga akan Fuzzy (misal kecilkan api), maka perlu dilakukan proses defuzzifikasi. Proses ini merupakan kebalikan dari fuzzifikasi yaitu merubah nilai luaran yang masih Fuzzy menjadi nilai eksak/numerik. Nilai numerik inilah yang dapat digunakan untuk mengontrol besar-kecil api kompor di rumah kita. Saat ini knob cerdas sudah mulai digunakan untuk mengontrol suhu masakan secara otomatis (smart knob).

Selain sistem kontrol, FL dapat digunakan untuk sistem pengambilan keputusan / kesimpulan lainnya seperti deteksi jenis penyakit dan sistem penjadwalan otomatis.

Nah, jika anda masih tertarik dengan CI, silahkan lanjutkan membaca artikel Pilar Ke-3 Computational Intelligence: Swarm Intelligence.

Habibullah Akbar, PhD