HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN TERHADAP PENGGUNAAN PIRANTI LUNAK KOMERSIL

Penulis : Felix Ivan, Farhan Akbar, Peter Eduard,
Tomas Leonardo, dan Amelia Fernandes

Dosen Pembimbing: Gede Putra Kusuma, PhD

  1. Latar Belakang

Dewasa ini, tingkat ketergantungan manusia terhadap Teknologi Informasi (TI) semakin tinggi. Hampir semua aspek kehidupan manusia memiliki ketergantungan terhadap TI. Oleh karena itu, semakin banyak vendor-vendor TI yang bermunculan untuk menjawab permintaan yang besar dari masyarakat tentang kebutuhan TI mereka. Vendor-vendor TI tersebut menawarkan jasa dalam hal penyediaan infrastruktur TI maupun pembuatan piranti lunak (Software) yang bersifat customized.

 Piranti lunak komersil atau berbayar pada umumnya mencantumkan hak atas penggunaan atau yang dikenal dengan End User License Agreement (EULA), namun pengguna piranti lunak sayangnya masih belum begitu mengetahui apa yang dimaksud dengan EULA dan cenderung diabaikan oleh konsumen atau pengguna dari piranti lunak yang ditebus dengan sejumlah nilai atau harga tertentu. Padahal pada EULA tersebut dijelaskan tata cara mengenai hak dan kewajiban yang harus diikuti untuk menggunakan piranti lunak tersebut. Misalnya, piranti lunak hanya diperuntukkan untuk 1 (satu) orang, yakni pembeli atau pihak yang berhak atas piranti lunak tersebut, dan tidak untuk dipindahtangankan atau diberikan kepada individu atau kelompok lain. Hal ini tentunya ada isu moral yang terjadi disini. Di mana pengguna piranti lunak tidak menjalankan apa yang tertulis didalam EULA dan mengabaikannya. Padahal vendor piranti lunak mendapatkan penghasilan dari piranti lunak yang mereka kembangkan dan dijual dalam bentuk lisensi. Hal ini sering diabaikan. Oleh karena adanya isu moral yang terjadi, kami akan angkat menjadi topik pada paper ini.

  1. Pembahasan

Sebagian vendor piranti lunak menjual piranti lunak komersil dalam bentuk lisensi dibandingkan dengan menjual piranti lunak dengan cara memberikan duplikat piranti lunak sebagai produk akhir secara utuh kepada konsumen. Hal ini dilakukan untuk mencegah konsumen melakukan duplikat atau membagikan produk akhir yang sudah dibeli kepada pihak lain yang belum tentu berhak untuk menggunakan piranti lunak tersebut (The Uniform Computer Information Transaction Act, 2001). Dalam hal ini, pihak yang berhak adalah pihak yang telah memenuhi kewajiban sebagai konsumen dari piranti lunak tersebut, misalnya telah menyelesaikan proses jual beli, dan melakukan registrasi ke vendor piranti lunak terkait.

Vendor penyedia piranti lunak pada umumnya menerapkan mekanisme lisensi, dimana vendor memberikan kode unik sebagai tanda bukti terhadap individu atau kelompok untuk menggunakan haknya atas piranti lunak yang dimiliki. Perlu diketahui bahwa setiap vendor memiliki mekanisme atau caranya sendiri terkait pemberian atau penyebaran lisensi dan duplikat piranti lunak kepada konsumennya.

Piranti lunak komersil memiliki kriteria umum sebagai berikut (Washington University in St. Louis, 1993):

  1. Piranti lunak memiliki dan dilindungi oleh hak paten;
  2. Piranti lunak hanya boleh dicadangkan (archive / backup) sebanyak satu kali dan cadangan hanya dapat digunakan jika piranti lunak utama mengalami kerusakan atau tidak dapat digunakan;
  3. Piranti lunak dilarang untuk diubah atau dimodifikasi;
  4. Piranti lunak dilarang untuk dibedah ulang (decompile, reverse engineering) tanpa sepengetahuan pemilik hak cipta;
  5. Pengembangan dari piranti lunak, baik sebagian ataupun menyeluruh dilarang tanpa sepengetahuan pemilik hak cipta (Barquin, 1992).

Untuk memperjelas tata cara, hak dan kewajiban, serta tanggung jawab konsumen atau pihak yang berhak atas piranti lunak yang diperoleh secara sah dari vendor, vendor piranti lunak memberikan menjelaskan hak paten dalam bentuk sejenis kontrak atau yang dikenal dengan End User License Agreement (EULA) yang menjelaskan secara detil dan untuk disetujui sebelum konsumen atau pengguna dapat mulai menggunakan piranti lunak dari vendor tersebut. Lisensi dapat terikat kepada individu atau kelompok tertentu sesuai dengan proses jual beli dengan vendor terkait.

Pemilik atas lisensi piranti lunak umumnya adalah individu atau kelompok tertentu, misalnya suatu perusahaan atau korporasi. Pemilik kemudian harus mendaftarkan diri dan/atau terdaftar kepada vendor piranti lunak, sehingga pemilik dapat secara sah berhak untuk menggunakan, namun bukan berhak secara kepemilikan atas piranti lunak yang telah dibeli.

Demikian hal ini menunjukkan pengguna yang sah adalah yang terdaftar kepada vendor piranti lunak. Jika suatu ketika piranti lunak tersebut hendak digunakan atau dipinjam oleh orang lain (misalnya keluarga atau teman) untuk keperluan tertentu, dan individu tersebut belum/tidak terdaftar sebagai pengguna yang sah, apakah pemilik yang sah berhak untuk memberikan hak untuk menggunakan piranti lunak miliknya tersebut tanpa sepengetahuan vendor piranti lunak?

Isu etika yang berkaitan dengan EULA ini, akan kami bahas menggunakan 3 teori dasar moral. Yaitu Aristotelian, Utilitarian, Kantian. Berikut ini adalah penjelasan dari 3 teori dasar moral ini dan dikaitkan dengan permasalahan EULA yang menjadi pokok bahasan paper ini:

  1. Aristotelian

Teori Aristotelian termasuk teleologis, karena ia mengkaitkan tindakan dengan dampak atau tujuan tertentu yaitu kebahagiaan. Tindakan dinilai baik sejauh mengarah pada kebahagiaan dan salah jika mencegah kebahagiaan. Kebahagiaan siapa? Kebahagiaan si pelaku. Karena itu, etika Aristoteles tidak universalistik, tetapi bisa dikata egoistik, karena lebih menekankan dampak bagi pelaku, bukan dampaknya pada orang umumnya. Eidemonia atau kebahagiaan adalah tujuan sekaligus penentu baik buruknya tindakan dalam etika Aristoteles. Menurutnya, sesuatu dinilai baik jika tujuannya mengarah pada pencapaian kebahagiaan, dan dinilai buruk jika tidak diarahkan kepada kebahagiaan.

Dari uraian singkat diatas, isu EULA ini dalam pengertian Aristotelian, tergantung dari penggunaan software yang melanggar EULA tersebut. Jika software tersebut digunakan untuk kebaikan misal untuk Pendidikan, menjadi tidak masalah. Namun jika software tersebut digunakan kembali untuk keperluan komersil, maka menjadi salah.

  1. Utilitarian

Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat, atau dengan istilah yang sangat terkenal “the greatest happiness of the greatest numbers”.

Dari uraian singkat diatas, isu EULA ini dalam pengertian Utilitarian, tergantung dari manfaat software tersebut. Jika software tersebut memang banyak memiliki manfaat untuk masyarakat luas, maka tidak menjadi masalah. Namun sebaliknya, jika hanya pihak-pihak tertentu saja yang dapat mengambil manfaat dari software tersebut, maka tindakan tersebut dianggap salah.

  1. Kantian

Etika yang digagas Immanuel Kant berbeda sekali dengan yang digagas oleh filosof sebelumnya. Etika Kant secara hakiki merupakan etika kewajiban yang tidak menuntut adanya kebahagiaan atau faktor-faktor emosi lainnya dari luar. Kewajiban yang murni berasal dari kehendak kita untuk melakukannya tanpa adanya pemaksaan. Selain itu, etika Kant tidak mengharuskan adanya konsekuensi sebagaimana dalam utilitarianisme, justru Kant lebih mengutamakan adanya konsistensi.

Dari uraian singkat diatas, isu EULA ini dalam pengertian Kantian tergantung dari niat dari pelaku pelanggar EULA. Jika niat pelaku untuk mendapatkan keuntungan, maka hal ini salah. Karena ada konsekuensi yang harus dibayar untuk itu (masalah pidana tentang pelanggaran hak cipta).

  1. Kesimpulan

Vendor piranti lunak memperdagangkan produk komersil melalui mekanisme lisensi untuk menentukan hak kepemilikan atas produk piranti lunaknya kepada konsumennya secara khusus. Setiap konsumen harus terdaftar kepada vendor untuk membuktikan dan memperoleh kepemilikan secara sah atas piranti lunak yang dibeli. Meskipun pemilik terdaftar dan memiliki hak secara sah atas piranti lunak yang dibeli, namun hak tersebut pada umumnya terbatas untuk penggunaan, dan bukan kepemilikian. Sehingga pemilik berhak untuk menggunakan piranti lunak berdasarkan lisensi yang dimiliki dan terdaftar, namun terbatas dalam hal memberikan izin penggunaan. Yang berhak memberi izin penggunaan kepada individu atau kelompok piranti lunak adalah vendor piranti lunak yang memiliki hak kepemilikan.

  1. Saran

Pembeli dan pemilik piranti lunak hendaknya memperhatikan lisensi atas produk, piranti lunak, serta End User License Agreement (EULA) yang disertakan pada produk, untuk memperoleh penjelasan mengenai tata cara, hak dan kewajiban, serta tanggung jawab terkait penggunaan piranti lunak yang dibeli, sehingga tidak menghadapi isu etika di atas.

Selain itu, beberapa vendor piranti lunak mulai menjual produknya menerapkan cara seperti penjualan produk dengan sistem paket misalnya, sehingga pengguna dapat berbagi hak penggunaan dengan beberapa individu lain.

  1. Referensi

Washington University in St. Louis. (1993). GUIDE TO LEGAL AND ETHICAL USE OF SOFTWARE. Retrieved from https://wustl.edu/about/compliance-policies/computers-internet-policies/legal-ethical-software-use/

The Uniform Computer Information Transaction Act. (2001). Ethical Issues in Software Contract Law. Retrieved from https://cs.stanford.edu/people/eroberts/cs181/projects/ucita/ethics.html

Floridi L. 2010. The Cambridge Handbook of Information and Computer Ethics, pp. 68–71. Cambridge: Cambridge University Press.

 

I Gede Putra Kusuma Negara