Kecerdasan Berkoloni ( Swarm Intelligence )

(ACO-Part1)

1

Jika kita mencermati lingkungan  dan alam sekitar, ada banyak fenomena yang menarik untuk dicermati. Manusia memanfaatkan hal tersebut untuk belajar sesuatu dan melahirkan ilmu-ilmu tertentu yang terus dipelajari dan dikembangkan sampai sekarang ini seperti : fisika, astronomi, pertanian, dan sebagainya. Dari fenomena tersebut, manusia akhirnya membuat teori, metoda, formula, dalil dan sebagainya untuk mencoba mendefinisikan sesuatu ataupun memberi pengertian kepada sesamanya. Di ilmu komputer, salah satu nya adalah kecerdasan berkoloni dari binatang. Tingkah laku hewan tersebut memberi inspirasi kepada para peneliti dan ilmuwan untuk melahirkan sebuah teori atau pun algoritma.  Beberapa algoritma tersebut antara lain adalah ACO (Ant Colony Optimization), PSO (particle swarm optimization), BCO (bee colony optimization), CSO_a (Cat swarm optimization), dan  CSO_b (cockroach swarm optimization). Tabel 1 menunjukkan jenis algoritma dan sumber inspirasinya.

Nama Algoritma Sumber inspirasi
ACO (Ant Colony Optimization) semut
PSO (particle swarm optimization) burung
BCO (bee colony optimization) Lebah
CSO_a (cat swarm optimization) Kucing/harimau/macan
CSO_b (cockroach swarm optimization) Kecoa

 

Di ilmu computer atau teknologi informasi, algoritma ini merupakan topik-topik di mata kuliah kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). Algoritma ini secara umum digunakan untuk memecahkan persoalan optimisasi. Penelitian tentang algoritma sampai saat ini terus berkembang.

Modifikasi algoritma tersebut maupun hybrid dengan algoritma lain juga terus berkembang untuk memecahkan persoalan optimisasi yang terus berkembang sampai saat ini. Saat ini kita akan membahas ACO secara detil .

 

Ant colony optimization (ACO)

Algoritma ini didasarkan kerjasama yang dilakukan koloni semut dalam mencari makanan.  Dalam mencari makanan, semut mengandalkan pheromone untuk menemukan rute terpendek dari sarangnya ke sumber makanan. Pheromone adalah zat yang diletakkan oleh setiap semut.

2
Namun, semut punya startegi jitu untuk mengatasi ini. Mereka memanfaatkan pheromone yang dikeluarkan oleh koloni semut. Pheromone yang banyak di path , semut indikasikan sebagai jalur ‘laris’ yang dianggap jalur optimal. Walaupun terjadi proses penguapan pheromone, namun laju penguapan pheromone dianggap sangat kecil. Dengan demikian jalur pendek/jalur optimal makin banyak memiliki pheromone, sementara jalur yang tidak optimal makin dihindari, sehingga pheromone  juga akan makin sedikit.Awalnya semut-semut tidak memiliki ‘kecerdasan/pengetahuan’ untuk menemukan jalur terpendek ke sumber makanan. Oleh karena itu semut-semut bergerak secara acak. Karena random/acak, tentu semut akan kesulitan menemukan jalur terbaik (terpendek).

 

3

Sebagai ilustrasi bisa dilihat pada gambar 1 berikut. (a) menunjukkan kondisi awal koloni semut. (b) Menunjukkan ada dua jalur menuju A-E yakni A-H-E (jalur 1) dan A-C-E (jalur-2). Karena jalur-2 lebih pendek, maka waktu yang ditempuh semut juga lebih pendek, dan ia akan cendrung kembali dengan jalur yang sama ketika kembali ke sarangnya. (C) Dengan demikian pheromone di jalur-2 akan semakin besar . Ini membuat semut lain(koloni) akan mengikuti jalur ini yang diindikasikan sebagai jalur optimal (terpendek).

 

Sumber :

[1]          M. Dorigo, V. Maniezzo, and A. Colorni, “Ant system: optimization by a colony of cooperating agents,” IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics – Part B, vol. 26, pp. 29-41, 1996.

 

Abba Suganda Girsang