3 Aplikasi Data Science yang akan Mengubah Kehidupan Sosial

Pada artikel ini, anda akan mendapatkan 3 aplikasi data science yang akan mampu mengubah kehidupan sosial di Indonesia menjadi lebih berwarna. Namun perlu diingat, fokus tulisan bukan pada metode AI yang digunakan untuk aplikasi tersebut, melainkan lebih kepada manfaat AI bagi masyarakat secara umum.

Apa itu Data Science?

 

Sebelum melihat aplikasi-aplikasi tersebut, mari kita mendefinisikan data science terlebih dahulu. Data Science merupakan sebuah gado-gado berbagai disiplin ilmu. Bisa dibilang data science adalah seni ilmiah dalam memanfaatkan data berskala raksasa, baik yang terstruktur maupun tidak, untuk pembuatan keputusan yang lebih baik. Maksud data yang terstruktur dan yang tidak terstruktur dapat dibaca pada artikel Warna-warni Tipe dan Jenis Data buat Data Scientist. Pertumbuhan data digital yang masif dan variatif inilah yang mendorong terbebasnya lahan aplikasi baru dan sangat menjanjikan untuk digarap pada masa yang akan datang.

Bermula dari  Big Data dan The Internet Of Things

 

Ketiga aplikasi yang akan dibahas bermula dari fenomena Big Data yang baru-baru ini semakin mendidih, hingga menyebabkan istilah data science menjadi satu dari sekian istilah paling populer di dunia bisnis. Contoh fenomena Big Data adalah tsunami penggunaan media sosial di internet. Para organisasi kewalahan dalam mengelola banjir data tersebut karena sifatnya yang masif, variatif dan subjektif. Domo, Inc., sebuah perusahaan software menyatakan bahwasanya populasi internet di atas permukaan bumi telah mencapai 3,7 miliar. Populasi tersebut berkontribusi terhadap:

  • 60118 aktifitas pencarian informasi per detik via
  • 69 ribu aktifitas menonton video per detik di
  • 763 aktifitas perjalanan per detik via taksi
  • 253 ribu aktifitas chatting per detik via media sosial .

Berbagai macam data lainnya juga terus-menerus dihasilkan seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Jumlah data yang dihasilkan per menit kehidupan media sosial (sumber: Domo)

 

Selain Big Data, fenomena The Internet Of Things (IoT) juga berkontribusi terhadap pembebasan lahan aplikasi baru data science. IoT adalah sebuah infrastruktur jaringan global yang menghubungkan objek-objek digital agar dapat berkomunikasi satu sama lainnya. Contoh objek digital tersebut adalah lampu, pintu, kompor dan sepeda yang telah dipasangi sensor dan internet.

Gartner, Inc., sebuah perusahaan riset teknologi informasi, telah memperkirakan bahwasanya terdapat 8,4 miliar objek digital yang digunakan di seluruh dunia pada tahun 2017 dan akan meningkat menjadi 20,4 miliar pada tahun 2020. Kombinasi Big Data dan IoT inilah yang akan menjadi pencetus revolusi digital di planet yang kita huni ini. Diantara aplikasi revolusional yang sudah mulai muncul ke permukaan adalah sebagai berikut:

Internet untuk kereta

 

Apakah anda pernah merasakan tertundanya jadwal pemberangkatan kereta api? Tentunya hal ini dapat menyebabkan hari anda menjadi sangat menyebalkan. Hal ini biasanya disebabkan karena kecelakaan atau terdapat kerusakan pada bagian mesin, motor, ataupun sistem pengereman kereta.

Ketika data science digunakan untuk kereta, maka pemeliharaan kereta dapat dilakukan dengan lebih terukur. Sensor IoT dapat digunakan untuk mengecek bagian-bagian kereta setiap waktu. Bagian kereta yang terdeteksi sudah mulai aus dapat dijadwalkan untuk segera diganti. Hal ini tentunya akan memudahkan perusahaan kereta dalam melakukan perawatan kereta dan meningkatkan kualitas layanannya.

Siemens AG, salah satu perusahaan penyedia layanan kereta, telah meresmikan pembukaan layanan kereta yang didukung oleh teknologi The Internet of Trains (intenet untuk kereta) di Amerika Serikat. Terdapat 140 kereta yang sudah diperlengkapi dengan teknologi IoT seperti pada gambar 2.

Gambar 2. Ilustrasi kereta Siemen yang sudah dilengkapi dengan IoT.

Indonesia sendiri pada saat ini tengah mengembangkan Light Rail Transit (LRT) Palembang dan Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta. Kedua proyek tersebut diharapkan akan mulai beroperasi dengan baik masing masing pada tahun 2018 dan 2019.

Faktanya, tertundanya jadwal keberangkatan kereta konvensional masih sering terjadi sehingga menyebabkan ketidaknyamanan dan kerugian waktu bagi para penumpang. Untuk perawatan kereta (baik konvensional, LRT dan MRT) dan menjaga jadwal yang tepat waktu, teknologi The Internet of Trains akan menjadi pilihan yang menjanjikan.

Robot Humanoid

 

Ketika internet baru lahir pada pertengahan tahun 1990-an, kita hanya dapat menggunakan keyboard untuk berinteraksi dengan komputer, kemudian disusul dengan touch-screen. Adapun saat ini, kita sudah dapat menggunakan suara dan gesture (gerakan / isyarat tubuh) untuk browsing di internet, mengecek jadwal, memainkan lagu, dan mengatur perangkat elektronik dari jarak jauh. Dengan kata lain mesin sudah mulai dapat mendengar dan melihat.

Ngomong-ngomong tentang kemampuan mesin yang terus berkembang, baru-baru ini muncul sebuah robot humanoid yang mengguncangkan dunia karena kemampuannya untuk berinteraksi secara sosial. Sophia nama si robot, selain dapat diajak berbincang-bincang, ia bahkan dapat menunjukkan ekspresi wajah secara emosional.

Perkembangan robot ini tentunya menjadi indikasi bahwasanya robot akan mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan manusia, baik untuk industri hingga kegiatan hiburan, seperti tempat curhat dan teman bermain.

Selain Sophia juga ada IBM Watson (sebuah mesin supercomputer tanya-jawab) yang telah memenangkan pertandingan kuis Jeopardy. Watson memiliki kemampuan untuk menyimpan 200 juta halaman (termasuk Wikipedia) berukuran ± 5 TB dalam hitungan menit. Selain Games, Watson juga mulai digunakan untuk untuk membantu diagnosis dan perawatan pasien kanker, prediksi cuaca, asisten pengajar, dan chatterbot.

Mobil tanpa Supir

 

Bagaimana rasanya naik kenderaan tanpa supir? Beberapa tahun belakangan ini beberapa produsen mobil seperti Mercedes, BMW dan Tesla sangat sibuk mengembangkan mobil tanpa supir! Mobil tersebut mampu mendeteksi lingkungan sekitar menggunakan sensor seperti radar, GPS, kamera, dan odometer. Menurut Google, sensor IoT pada mobil tanpa supir mereka dapat menghasilkan 1 GB data per detik. Data ini tentunya harus diolah secara real-time agar mobil dapat bergerak secara responsif dan otomatis.

Pada bulan Agustus 2016, nuTonomy sebuah perusahaan startup meluncurkan armada taksi tanpa supir pertama di bawah program percontohan di Singapura (lihat gambar 3).

Gambar 3. Program percobaan taksi tanpa supir pertama yang diluncurkan di Singapura pada tahun 2016

Pada progam percontohan ini, terjadi kecelakaan dimana mobil tersebut bertabrakan dengan sebuah truk. Hal ini disebabkan mobil ini belum mampu untuk memprediksi prilaku pengemudi kenderaan lainnya.

Oleh karena itu, penerapan mobil tanpa supir di Indonesia akan lebih sulit karena kondisi jalanan yang relatif lebih kompleks dibandingkan dengan Singapura. Contohnya Jakarta, dengan populasi kendaraan yang begitu tinggi, maka akan semakin sulit bagi mobil tanpa supir untuk memprediksi prilaku pengemudi kenderaan yang tiba-tiba berbelok khususnya pengendara sepeda motor.

Namun demikian, mobil tanpa supir bukanlah hal yang tidak mungkin untuk menjadi bagian dari Negara kita. Dengan perkembangan data science yang semakin maju diharapkan dapat segera menghasilkan kenderaan otomatis yang lebih aman dan efisien. Boleh jadi, akan muncul startup lokal yang cukup berani untuk mewujudkan hal tersebut.

Tantangan

 

Ketika masyarakat berinteraksi dengan aplikasi-aplikasi seperti di atas, maka akan timbul masalah privasi data. Contoh mudahnya adalah ketika berselancar di internet, kita mungkin terheran-heran bagaimana Google mampu menebak kata-kata apa ingin kita ketik. Rahasianya adalah Google menggunakan dan mengolah data pribadi pengguna internet (yang berasal dari semua layanan mereka seperti gmail, histori browser, maps, dan photo sharing) menjadi sebuah model informasi yang terpadu.

Contoh lainnya adalah saat kita menaiki kereta dan mobil yang diperlengkapi perangkat IoT seperti tag, kamera dan microphone, maka identitas, lokasi, dan kebiasaan juga akan tersimpan pada perusahaan penyedia layanan. Informasi seperti ini sebenarnya bersifat pribadi dan rahasia sehingga dapat menjadi berbahaya jika jatuh ke tangan yang salah.

Masalah privasi data ini menunjukkan perlunya regulasi yang melindungi hak-hak individual. Misalnya dengan memberikan denda yang besar karena pemakaian data yang salah, termasuk penggunaan data untuk kepentingan penelitian tanpa izin. Jika memang ada kebutuhan penelitian yang mendesak, maka informasi seperti kartu tanda pengenal, nama, alamat dan sejenisnya, harus dimodifikasi atau dipangkas dari sumber database, agar penerima data tidak dapat membahayakan privasi orang lain.

Kesimpulan

 

Terlepas dari tantangan privasi data, data science menawarkan berbagai macam aplikasi potensial yang dapat mengubah kehidupan masyarakat di masa yang akan datang. Aplikasi-aplikasi yang telah dibahas semuanya cenderung berasal dari negara asing. Kita berharap akan muncul generasi-generasi lokal yang akan turut menekuni disiplin ilmu data science dan mampu mengembangkan aplikasi data science yang bermanfaat bagi bangsa dan negara kita.

Habibullah Akbar, PhD