Forensic dan Hukum Kejahatan Internet

  1. Introduction to computer forensic

Perkembangan dunia teknologi informasi dewasa ini telah membawa manusia kepada era globalisasi yang memberikan kebebasan kepada setiap orang di dunia untuk saling bersosialisasi dengan siapapun dan dimanapun mereka berada. Internet merupakan media utama yang dapat digunakan, karena melalui media internet seseorang dapat terhubung dengan teman atau bahkan dengan orang asing yang sama sekali tidak dikenal dan berdomisili di luar negeri.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah melahirkan berbagai dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif, karena di satu sisi memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, namun di sisi lain menjadi sarana efektif perbuatan melanggar hukum.

Teknologi informasi dan komunikasi juga telah mengubah perilaku dan pola hidup masyarakat secara global, dan menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless), serta menimbulkan perubahan di berbagai bidang kehidupan. Perkembangan teknologi informasi telah melahirkan beragam jasa di bidang teknologi informasi dan komunikasi dengan berbagai fasilitasnya, dalam hal ini internet merupakan bagian dari kemajuan teknologi informasi tersebut, yang memberi kemudahan dalam berinteraksi tanpa harus berhadapan secara langsung satu sama lain.

Bangsa Indonesia yang sedang tumbuh dan berkembang menuju masyarakat industri yang berbasis teknologi informasi, dalam beberapa hal masih tertinggal. Kondisi ini disebabkan karena masih relatif rendahnya sumber daya manusia di Indonesia dalam mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini, termasuk kemampuan dalam menghadapi masalah hukum yang timbul. Salah satu dampak negatif yang timbul adalah tingginya tingkat kejahatan di berbagai bidang dengan beragam modus operandinya.

Perkembangan teknologi informasi berdampak pada revolusi bentuk kejahatan yang konvensional menjadi lebih modern. Jenis kegiatannya mungkin sama, namun dengan media yang berbeda yaitu dalam hal ini internet, suatu kejahatan akan lebih sulit diusut, diproses, dan diadili. Kejahatan yang seringkali berhubungan dengan internet antara lain perjudian yang dilakukan melalui internet (internet gambling), yang tidak lagi menjadi kejahatan konvensional saja, tetapi juga sebagai kejahatan yang dapat dilakukan melalui kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi dalam hal ini melalui penyalahgunaan media internet.

Pada mulanya semua kejahatan yang terjadi harus dapat diakomodasi dengan peraturan perundang-undangan yang ada, dalam hal ini Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan peraturan lainnya di bidang hukum pidana, walaupun kejahatan yang dilakukan melalui media internet tidak diatur dalam peraturan-peraturan di atas. Pada praktiknya terhadap kejahatan melalui internet diberlakukan peraturan yang mengatur kejahatan konvensional dan hakim dituntut dapat melakukan penemuan hukum sendiri sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, terkadang hakim pun mengusahakan pemecahannya melalui yurisprudensi, yang merupakan suatu keharusan. Namun demikian, kenyataan yang terjadi, lebih mengarah pada pembentukan hukum baru dengan asumsi KUHP tidak akan mampu mengatur kejahatan di atas, sehingga menimbulkan kesulitan bagi para penegak hukum (polisi, jaksa, hakim dan advokat) untuk mengatasi kondisi tersebut

 

  1. Law of cybercrime

Salah satu kejahatan yang sering terjadi dan meresahkan masyarakat adalah tindak pidana perjudian. Tindak pidana tersebut muncul karena keadaan masyarakat yang tidak stabil baik dari segi religi, ekonomi, moral maupun kesadaran hukumnya. Awalnya orang yang mempergunakan kesempatan untuk bermain judi sebagaimana diatur dalam Pasal 303 KUHP di atas, dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 542 KUHP, namun kemudian melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian Pasal 542 KUHP menjadi tidak berlaku dan diganti dengan Pasal 303 bis KUHP. Namun demikian penegakan hukum mengenai tindak perjudian tersebut sulit dilakukan, karena perbuatan termaksud dapat dilakukan setiap saat oleh siapapun dan dimanapun yang seringkali tidak dapat terawasi oleh para penegak hukum. Adanya tindak pidana perjudian ini, menggambarkan keterpurukan masyarakat baik secara ekonomis maupun moral. Perkembangan teknologi informasi dengan adanya internet, menimbulkan bentuk

kejahatan baru dalam perjudian yakni perjudian melalui internet (internet gambling). Tindak pidana perjudian melalui internet ini, menyebabkan pemberantasan perjudian semakin sulit untuk dilakukan, karena perbuatan tersebut dapat dilakukan dengan pihak manapun, tanpa terlihat oleh siapapun, dan dapat dilakukan dimanapun.

Ketika berhadapan dengan internet gambling tetap saja akan ada masalah baru yang akan muncul, terutama menyangkut barang bukti, jika pada perjudian biasa alat yang akan dipakai untuk berjudi seperti dadu atau kartu serta uang yang dipakai untuk bertaruh sudah cukup untuk dipakai sebagai barang bukti, sedangkan dalam internet gambling perjudian dilakukan seperti permainan komputer biasa. Pada perjudian yang dilakukan melalui internet taruhan dibayar bukan dari tangan ke tangan, tapi ditransfer langsung dengan menulis nomor account kartu kredit melalui internet pula. Sejak ICI (internet Casinos Inc) memperkenalkan internet gambling pada 18 Agustus 1995 yang meliputi 18 permainan casino yang berbeda, ICI telah melayani lebih dari 40.000 pendaftar dan mencatat lebih dari 7 juta kunjungan (yaitu situs di internet secara sengaja maupun tidak sengaja) per bulan. Selanjutnya internet gambling merupakan sebuah industri yang berkembang dalam dunia siber (cyberspace).

Saat ini telah lahir Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE) yang di dalamnya mengatur berbagai aktivitas yang dilakukan dan terjadi di dunia maya (cyberspace), termasuk pelanggaran hokum yang terjadi. Sebelum ada Undang-Undang ITE, tindak pidana perjudian telah diatur dalam KUHP, dalam hal ini termuat pada Pasal 303 (KUHP) dan Pasal 303 bis KUHP. Menurut Pasal 303 KUHP, yang dihukum adalah pihak yang mengadakan atau memberi kesempatan bermain judi sebagai mata pencaharian, pihak yang sengaja memberi kesempatan bermain judi kepada umum serta turut bermain judi sebagai mata pencaharian. Sementara itu, Pasal 303 bis KUHP diterapkan pada orang yang mempergunakan kesempatan untuk bermain judi sebagaimana diatur dalam Pasal 303 KUHP di atas. Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 303 dan Pasal 303 bis KUHP di atas hanya meminta aparat untuk membuktikan bahwa telah terjadi perjudian dan orang yang ditangkap adalah bandarnya, atau setidaknya terlibat dalam suatu praktik perjudian.

Dengan demikian, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai hukum positif yang mengatur mengenai tindak-tindak pidana di Indonesia telah mengakomodasi aturan mengenai perjudian, yaitu di dalam Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pada perkembangannya, muncul berbagai bentuk kejahatan di dunia maya (cybercrime) yang tidak dapat lagi dikenakan sanksi berdasarkan undang-undang yang ada, yang mana hal ini menuntut pemerintah untuk segera menyusun produk hukum yang dapat diterapkan pada kejahatan yang terjadi di dunia maya (cybercrime) termasuk tindak pidana perjudian melalui internet (internet gambling). Sehingga lahirlah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE).

Menurut Dr. HB Wolfre, definisi dari forensik komputer adalah sebagai berikut:

“A methodological series of techniques and procedures for gathering evidence, from computing equipment and various storage devices and digital media, that can be presented in a court of law in a coherent and meaningful format.”

Sementara senada dengannya, beberapa definisi dikembangkan pula oleh berbagai lembaga dunia seperti:

  • The preservation, identification, extraction, interpretation, and documentation of computer evidence, to include the rules of evidence, legal processes, integrity of 7183T ‐ IT Risk Management and Disaster Recovery evidence, factual reporting of the information found, and providing expert opinion in a court of law or other legal and/or administrative proceeding as to what was found; or
  • The science of capturing, processing, and investigating data from computers using a methodology whereby any evidence discovered is acceptable in a Court of Law.

Dimana pada intinya forensik komputer adalah “suatu rangkaian metodologi yang terdiri dari teknik dan prosedur untuk mengumpulkan bukti-bukti berbasis entitas maupun piranti digital agar dapat dipergunakan secara sah sebagai alat bukti di pengadilan.”

Selaras dengan definisinya, secara prinsip ada tujuan utama dari aktivitas forensik komputer, yaitu:

  1. Untuk membantu memulihkan, menganalisa, dan mempresentasikan materi/entitas berbasis digital atau elektronik sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan sebagai alat buti yang sah di pengadilan; dan
  2. Untuk mendukung proses identifikasi alat bukti dalam waktu yang relatif cepat, agar dapat diperhitungkan perkiraan potensi dampak yang ditimbulkan akibat perilaku jahat yang dilakukan oleh kriminal terhadap korbannya, sekaligus mengungkapkan alasan dan motivitasi tindakan tersebut sambil mencari pihak-pihak terkait yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dengan perbuatan tidak menyenangkan dimaksud.

Adapun aktivitas forensik komputer biasanya dilakukan dalam dua konteks utama. Pertama adalah konteks terkait dengan pengumpulan dan penyimpanan data berisi seluruh rekaman detail mengenai aktivitas rutin yang dilaksanakan oleh organisasi atau perusahaan tertentu yang melibatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dan kedua adalah pengumpulan data yang ditujukan khusus dalam konteks adanya suatu tindakan kejahatan berbasis teknologi.

Sementara itu fokus data yang dikumpulkan dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) domain utama, yaitu: (i) Active Data – yaitu informasi terbuka yang dapat dilihat oleh siapa saja, terutama data, program, maupun file yang dikendalikan oleh sistem operasi; (ii) Archival Data – yaitu informasi yang telah menjadi arsip sehingga telah disimpan sebagai backup dalam berbagai bentuk alat penyimpan seperti hardisk eksternal, CD ROM, backup tape, DVD, dan lain-lain; dan (iii) Latent Data – yaitu informasi yang membutuhkan alat khusus untuk mendapatkannya karena sifatnya yang khusus, misalnya: telah dihapus, ditimpa data lain, rusak (corrupted file), dan lain sebagainya.

Memiliki kemampuan dalam melakukan forensik komputer akan mendatangkan sejumlah manfaat, antara lain:

  • Organisasi atau perusahaan dapat selalu siap dan tanggap seandainya ada tuntutan hokum yang melanda dirinya, terutama dalam mempersiapkan bukti-bukti pendukung yang dibutuhkan;
  • Seandainya terjadi peristiwa kejahatan yang membutuhkan investigasi lebih lanjut, dampak gangguan terhadap operasional organisasi atau perusahaan dapat diminimalisir;
  • Para kriminal atau pelaku kejahatan akan berpikir dua kali sebelum menjalankan aksi kejahatannya terhadap organisasi atau perusahaan tertentu yang memiliki kapabilitas forensik komputer; dan
  • Membantu organisasi atau perusahaan dalam melakukan mitigasi resiko teknologi informasi yang dimilikinya.

 

Terlepas dari manfaat tersebut, teramat banyak tantangan dalam dunia forensik komputer, terutama terkait dengan sejumlah aspek sebagai berikut:

  • Forensik komputer merupakan ilmu yang relatif baru, sehingga “Body of Knowledge”- nya masih sedemikian terbatas (dalam proses pencarian dengan metode “learning by doing”);
  • Walaupun berada dalam rumpun ilmu forensik, namun secara prinsip memiliki sejumlah karakteristik yang sangat berbeda dengan bidang ilmu forensik lainnya – sehingga sumber ilmu dari individu maupun pusat studi sangatlah sedikit;
  • Perkembangan teknologi yang sedemikian cepat, yang ditandai dengan diperkenalkannya produk-produk baru dimana secara langsung berdampak pada berkembangnya ilmu forensik komputer tesebut secara pesat, yang membutuhkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan sejalan dengannya;
  • Semakin pintar dan terampilnya para pelaku kejahatan teknologi informasi dan komunikasi yang ditandai dengan makin beragamnya dan kompleksnya jenis-jenis serangan serta kejahatan teknologi yang berkembang;
  • Cukup mahalnya harga peralatan canggih dan termutakhir untuk membantu proses forensik komputer beserta laboratorium dan SDM pendukungnya;
    • Secara empiris, masih banyak bersifat studi kasus (happening arts) dibandingkan dengan metodologi pengetahuan yang telah dibakukan dimana masih sedikit pelatihan dan sertifikasi yang tersedia dan ditawarkan di masyarakat;
    • Sangat terbatasnya SDM pendukung yang memiliki kompetensi dan keahlian khusus di bidang forensik komputer; dan
    • Pada kenyataannya, pekerjaan forensik komputer masih lebih banyak unsur seninya dibandingkan pengetahuannya (more “Art” than “Science”).

 

Benfano Soewito