Asynchronous Multi-Site Method Design Disaster Recovery Center On The Business Process Automotive Manufacturing  

 

Edy Yuliansyah dan Benfano Soewito

Dalam perkembangan dunia industri, teknologi dan sistem informasi semakin meningkat dan sangat diandalkan dalam menjalankan tugas penting di semua lini. Banyak perusahaan yang sudah sangat bergantung pada sistem yang dibangun dalam memastikan proses bisnis berjalan normal. Namun dalam aktivitasnya, kadang kadang ada yang tidak terencana, kadang kadang ada kondisi yang mengakibatkan bisnis terganggu operasinya atau kadang kadang terjadi bencana. Kamus Webster mendefinisikan bencana sebagai peristiwa atau kejadian mendadak yang membawa hal besar, kerusakan mendadak atau parah, kehilangan atau kehancuran, kemalangan atau kegagalan. Dalam konteks kontemporer IT, bencana adalah peristiwa yang mematikan komputasi lingkungan selama lebih dari beberapa menit, seringkali selama beberapa jam, hari atau bahkan tahun. Prosedur proses pemulihan diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan proses bisnis adalah sangat penting. Mengembalikan proses bisnis yang kritikal sangat penting supaya fungsi utama dari proses bisnis dapat tersedia secepat mungkin setelah bencana.

 

Oleh karena itu Kontinuitas Bisnis Plan atau Business Continuity Plan (BCP) sangat diperlukan untuk memastikan proses bisnis dapat dilanjutkan dalam keadaan darurat, salah satu prosedur di dalamnya adalah Disaster Recovery Planning (DRP). DRP adalah cetak biru untuk pemulihan dari semua peristiwa dan dimaksudkan untuk meningkatkan peluang kelangsungan hidup dari sebuah proses bisnis dan mengurangi risiko kerugian yang lebih besar. Banyak faktor yang menyebabkan proses bisnis terganggu (line stop) pada perusahaan yang bergerak di bidang manufacture, salah satunya adalah dari faktor IT. Akibat dari insiden dapat berupa kehilangan data yang didapatkan dari perangkat keras dan lunak. Penyebab yang paling umum dari kehilangan data adalah:

  • kegagalan perangkat keras sebesar 40%,
  • kesalahan manusia sebesar 30%,
  • kerusakan perangkat lunak sebesar 13%,
  • virus komputer sebesar 6%,
  • pencurian data sebesar 9%,
  • bencana sebesar 3% (3).

Dalam kebutuhan skala kecil, penyediaan cadangan server bisa menjadi solusi yang mudah diterapkan dalam mengatasinya potensi bencana seperti kerusakan perangkat lunak, virus, kesalahan manusia. Namun, dalam skala besar, metode ini akan dibatasi oleh ketersediaan. Untuk memenuhi harapan ketersediaan, konsep High Availability (HA) bisa menjadi pilihan yang tepat di pencegahan potensi bencana dalam bentuk kegagalan perangkat keras, karena HA adalah toleran terhadap kesalahan sistem dengan meminimalkan satu titik kegagalan. Sementara itu, bagaimana dengan bencana yang terjadi lebih besar dan tidak dapat diprediksi, seperti bencana alam yang menyebabkan kegagalan hardware besar-besaran, tentu saja, jika terjadi menyebabkan downtime yang tidak terukur, bahkan bisnis proses akan berhenti untuk waktu yang lama. Untuk mempersiapkan atau menghadapi semua bencana potensial yang besar effeknya maka replikasi bisa menjadi solusi yang tepat untuk menghadapi semua jenis potensi bencana. Replikasi adalah proses menyalin data dari satu sistem ke sistem lainnya. Hasilnya adalah dua data set yang konsisten dan dapat diterapkan di beberapa lokasi fisik.

Oleh karena itu dalam menjaga kelangsungan proses maka diperlukan tindakan pengendalian risiko untuk masalah utama yaitu peningkatan kualitas ketersediaan server sistem informasi proses produksi, dengan membangun metode replikasi on-premise yang sesuai untuk berbagai ancaman bencana.

Kami telah melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah spesifik dalam menentukan metode replikasi apa saja yang tepat untuk diterapkan di lingkungan manufaktur yang kelayakan investasinya kemudian dievaluasi melalui pendekatan sistematis berupa Biaya. Metode Analisis Manfaat (CBA). Dari keseluruhan hasil proses analisis kebutuhan bisnis, dan dengan memanfaatkan kombinasi teknologi yang ada, diperoleh metode replikasi yang tepat untuk lingkungan manufaktur, kemudian mengintegrasikan kebutuhan sistem Disaster Recovery Center (DRC) dengan infrastruktur yang dimilikinya saat ini dapat menghasilkan desain DRC yang lebih efisien dan efektif dari segi teknis dan biaya.

Untuk lengkapnya dapat di baca di tautan berikut:

 

http://www.jatit.org/volumes/Vol98No15/14Vol98No15.pdf

 

Benfano Soewito