Review: Face Recognition Based on Genetic Algorithm

 

 

Paper Review oleh Jan Keane Olajuwon, Kevin Kristianto, Ronaldo Vieri Lambert, dan Stanley.

Editor: Amalia Zahra, S.Kom., Ph.D.

 

Referensi: Zhi, H., & Liu, S. (2019). Face recognition based on genetic algorithm. Journal of Visual Communication and Image Representation, 58, 495-502.

 

Di tengah perkembangan teknologi enetic yang pesat, kebutuhan terhadap identifikasi identitas seseorang menjadi suatu hal yang penting untuk menjaga keamanan dari suatu sistem. Identifikasi identitas ini meliputi pengenalan sidik jari, wajah maupun pendeteksi iris. Pada penelitian ini, penulis berfokus pada pengidentifikasian identitas dalam bentuk pengenalan wajah yang dilakukan dengan metode klasifikasi Support Vector Machine (SVM). Metode klasifikasi ini kemudian dioptimalkan menggunakan algoritma enetic pada proses pencarian dan pencocokan.

 

Metode:

  1. Principle Component Analysis (PCA)

PCA adalaha metode yang digunakan untuk mengurangin dimensi data. Vektor-vektor dimensi digabungkan untuk membuat vektor dimensi yang baru. Output dari metode ini merupakan kombinasi linear yang diukur dengan eigen values.

 

  1. Genetic Algorithm

Digunakan dengan cara mensimulasikan fenomena alam, seperti penyilangan, mutasi, dan reproduksi. Genetic algorithm menghasilkan satu output yang merupakan hasil dari seleksi, penyilangan antara kandidat terbaik, dan mutasi. Dengan demikian, output yang dihasilkan merupakan output terbaik dibangingkan dengan kandidat-kandidat lain.

 

  1. Support Vector Machine

Support Vector Machine (SVM) membangun hyperplane atau set of hyperplanes dalam ruang dimensi tinggi atau tak terbatas. SVM berguna untuk klasifikasi, regresi dan deteksi outlier.

Hasil dari segmentasi citra wajah berdasarkan algoritma genetika meliputi area rectangle (bounding box) yang mencakup bagian utama wajah, mata, hidung, mulut, dan alis. Wilayah gambar yang paling cocok untuk mata, hidung dan mulut disegmentasi dari gambar asli dan dicocokkan dengan gambar wajah di database wajah. Biasanya, ukuran gambar wajah di database wajah dan area bounding box yang paling sesuai termasuk mata, hidung dan mulut juga ditentukan.

Komponen-komponen untuk melakukan lokalisasi wajah menggunakan algoritma genetika adalah sebagai berikut:

  1. Fungsi kesesuaian (fitness function)
  2. Pengkodean secara binary
  3. Seleksi
  4. Hybrid yaitu segmen ganjil dari dua kromosom tetap tidak berubah dan segmen gen yang genap ditukar.
  5. Variasi

Dapat dilihat bahwa metode DAS umum memiliki over-fitting yang jelas dalam pengenalan fitur wajah. Dalam artikel ini, penulis mensimulasikan hubungan antara tingkat pengenalan dan jumlah fitur wajah dalam database. Hubungan antara tingkat pengenalan akhir dan jumlah fitur ditampilkan. Ini menunjukkan hubungan antara akurasi dan jumlah fitur. Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa tingkat pengenalan meningkat perlahan seiring dengan bertambahnya jumlah fitur. Akibatnya, tingkat pengenalan meningkat, tetapi ketika jumlah fitur mencapai 35 dan menunjukkan tingkat akurasi tertinggi 92.38%, diikuti oleh tren penurunan akurasi.

Jumlah pengulangan dari suatu algoritma genetika secara langsung mempengaruhi efisiensi pengenalan. Angka 5 menunjukkan hubungan antara jumlah pengulangan dan jumlah sampel kesalahan identifikasi. Kita dapat melihat bahwa dengan bertambahnya jumlah iterasi, jumlah sampel palsu semakin sedikit. Meskipun semakin tinggi jumlah pengulangan, semakin tinggi tingkat pengenalan, jumlah pengulangan secara langsung mempengaruhi efisiensi algoritma.

Kesimpulan dari artikel ini adalah face recognition banyak digunakan dalam metode otentikasi untuk kenyamanan dan akurasi. Artikel ini menetapkan model face recognition berdasarkan algoritma genetika.

Amalia Zahra, S.Kom., Ph.D.